BAB 5 MANUSIA DAN
KEINDAHAN
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqqs5p232kuwbuAHtRQ7xwpFM6CLB6oGTQTJcxkAnRaGzfEpGJgQVUzPahPJTc6lwhRFeggC972AIobaUztg4_AhUpjzn8bqpODEZipSzEbaoCsqR18QiJM2LbmUgiFBKkzwrhGeHiAUE7/w426-h274-p/blogger-image--944508174.jpg)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 KEINDAHAN
2.1.1 Apakah
Keindahan Itu ?
2.1.2 Nilai Estetik
2.1.3 Kontemplasi
dan Ekstansi
2.1.4 Apa sebab
Manusia Menciptakan Keindahan
2.1.5 Keindahan
Menurut Pandangan Romantik
2.2 Renungan
2.2.1 Teori
Pengungkapan
2.2.2 Teori
Metafisik
2.2.3 Teori
Psikologis
2.3 Keserasian
2.3.1 Teori
Obyektifitas dan Teori Subyektifitas
2.3.2 Teori
Perimbangan
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap manusia dilahirkan dan dibekali dengan banyak sekali
keindahan. Keindahannya baik dari dalam, dari luar, maupun yang ada
disekitarnya. Kata keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus, permai,
cantik, elok, molek dan sebagainya. Keidahan identik dengan kebenaran.
Keindahan kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya mempunyai nilai
yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Yang
tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Keindahan juga bersifat
universal, artinya tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat,
kedaerahan, selera mode, kedaerahan atau lokal.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Keindahan
Kata keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus,
permai, cantik, elok, molek, dan sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah
ialah segala hasil seni, pemandangan alam, manusia, rumah, tatanan, perabot
rumah tangga, suara, warna, dan sebaginya. Keindahan adalah identik dengan
kebenaran. Keindahan kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya
mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya tank yang selalu
bertambah. Keindahan juga bersifat universal, artinya tidak terikat oleh selera
perseorangan, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan atau lokal.
2.1.1 Apakah
Keindahan itu ?
Keindahan itu baru jelas jika telah dihubungkan dengan
sesuatu yang berwujud atau suatu karya. Dengan kata lain keindahan itu barn
dapat dinikmati jika dihubungkan dengan suatu bentuk. Menurut The Liang Gie
dalam bukunya “Garis besar estetika”. Menurut asal katanya, dalam bahasa
Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata “beutiful” dalam bahasa
Perancis–“beau”, sedang Italia dan spanyol “belld’ berasal dari kata latin
“bellum”. Akar katanya adalah “bonum” yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai
bentuk’ pengecilan menjadi “bonellum” dan terakhir diperpendek sehingga ditulis
“bellum. Menurut cakupannya orang hams membedakan antara keindahan sebagai
suatu kwalita abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk
perbedaan ini dalam bahasa Inggris sering dipergunakan istilah beauty
(keindahan) dan the beautiful (benda atau hal yang indah). Dalam pembatasan
filsafat kedua pengertian itu kadang-kadang dicampuradukkan raja. Disamping
itu-terdapat pula perbedaan menunit luasnya pengertian, yakni:
a) keindahan dalam arti yang luas
b) keindahan
dalam arti estetis mumi
c) keindahan
dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan
Bangsa Yunani juga mengenal pengertian keindahan dalam arti
estetis yang disebutnya ‘symmetria’ untuk keindahan berdasarkan penglihatan (
misalnya pada karya pahat dan arsitektur.) dan hamlonia untuk keindahan
berdasarkan pendengaran (musik). Jadi pengertian keindahan yang seluas-luasnya
meliputi
– keindahan seni
– keindahan alam
– keindahan moral
– keindahan
intelektual
Keindahan dalam arti estetis mumi menyangkut pengalaman
estetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya.
Sedang keindahan dalam arti terbatas lebih disempitkan sehingga hanya
menyangkut benda-benda yang dicerapnya dengan penglihatan, yakni berupa
keindahan dan bentuk dan warna. keindahan pada dasamya adalah sejumlah kwalita,
pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kwalita yang paling sering disebut
adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry),
keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast). Ada pula yang berpendapat,
bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang selaras dalam suatu
benda dan di antara benda itu dengan Si pengamat.Filsuf dewasa ini merumuskan
keindahan sebagai kesatuan hubungan yang terdapat antara pencerapan-pencerapan
inderawi kits (beaty is unity of formal relations of our sense perceptions). sebagian
filsuf lain menghubungan pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure),
yang merupakan sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran.
Filsuf abad pertengahan Thomas Aquinos (1225-1274) mengatakan, bahwa keindahan
adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.
2.1.2 Nilai Estetik
Dalam rangka teori umum tentang nilai The Liang gie
menjelaskan bahwa pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai
seperti hal nya nilai moral, nilai ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya.
Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan
disebut nilai estetik.
Masalahnya sekarang ialah : apakah nilai estetik itu.? dalam
bidang filsafat, istilah nilai seringkali dipakai sebagai suatu kata benda
abstrak yang berarti kebethargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Dalam
dictionary of sociology and related sciences diberikan perumusan tentang value
yang lebih terinci lagi sebagai berikut :
“The believed capacity of any object to satisfy a human
desire. The quality of any abject which causes it to be on interest to an
individual or a group”. ( kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk
me imuaskan suatu keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau sesuatu golongan).
Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai
alat atau sarana untuk sesuatu ha! lainnya (instrumental/contributory. value),
yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu.. Nilai instrinsik adalah
sifat balk dari benda yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun
demi kepentingan benda itu sendiri.
Contoh :
(1) puisi bentuk
puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, bans, sajak, irama, itu disebut nilai
ekstrinsik. Sedangkan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui (alat
benda) puisi itu disebut nilai instrinsik.
(2) Tari, tarian
Damarwulan-minakjinggo suatu tarian yang halus dan kasar dengan segala macam
jenis pakaian dan gerak-geriknya.
Tarian itu merupakan nilai ekstrinsik, sedangkan pesan yang
ingin disampaikan oleh tarian itu ialah kebaikan melawan kejahatan merupakan
nilai instrinsik.
2.1.3 Kontemplasi dan Ekstansi
Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk
menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk
menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah. Apabila kedua dasar ini
dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia, maka akan terjadi penilaian
bahwa sesuatu itu indah. Apabila kontemplasi dan ekstansi itu dihubungkan
dengan kreativitas, maka kontemplasi itu faktor pendorong untuk menciptakan
keindahan, sedangkan ekstansi itu merupakan faktor pendorong utuk merasakan,
menikmati keindahan. Bagi scorang seniman selera seni lebih dominan
dibandingkan dengan orang bukan seniman. Bagi orang bukan seniman mungkin
faktor ekstansi lebih menonjol. Jadi, ia lebih suka menikmati karya seni
daripada menciptakan karya seni. Dengan kata lain, ia hanya mampu menikmati
keindahan tetapi. tidak mampu menciptakan keindahan.
2.1.4 Apa Sebab Manusia Menciptakan Keindahan ??
Keindahan itu pada dasamya adalah alamiah. Alam ciptaan
Tuhan. lni berarti bahwa keindahan itu ciptaan Tuhan. Alamiah artinya wajar,
tidak berlebihan tidak pula kurang. Kalau pelukis melukis wanita lebih cantik
dari keadaan sebenamya, justru tidak indah. Pengungkapan keindahan dalam karya
seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan tertentu pula. Motivasi
itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai penderitaan hidup manusia,
mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan nilai-nilai dalam masyarakat,
mengenai keagungan Tuhan, dan banyak lagi lainnya. Berikut ini akan dicoba
menguraikan alasan/motivasi dan tujuan seniman menciptakan keindahan.
1) Tata nilai yang telah usang
Tata nilai yang terjelma dalam adat istiadat ada yang sudah
tidak sesuai lagi dengan keadaan, sehingga dirasakan sebagai hambatan yang
merugikan dan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya kawin paksa.
2) Kemerosotan Zaman
Keadaan yang merendahkan derajad dan nilai kcmanusiaan
ditandai dengan kemerosotan moral. Kemerosotan moral dapat diketahui dari
tingkah laku dan perbuatan manusia yang bejad terutama dari segi kebutuhan
seksual.
Sebagai contoh ialah karya seni berupa sajak yang
dikemukakan oleh W.S.Rendra berjudul “Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta”.
Di sini pengarang memprotes perbuatan bejad para pejabat, yang merendahkan
derajad wanita dengan mengatakan sebagai inspirasi revolusi, tetapi tidak lebih
dari pelacur.
3) penderitaan manusia
Banyak faktor yang membuat manusia itu menderita. Tetapi
yang paling menentukan ialah faktor manusia itu sendiri. Manusialah yang
membuat orang menderita sebagai akibat nafsu ingin berkuasa. serakah, tidak
berhati-hati dan sebagainya.
Keadaan demikian ini tidak mempunyai daya tarik dan tidak
menyenangkan, karena nilai kemanusiaan telah diabaikan, dan dikatakan tidak
indah. Yang tidak indah itu harus dilenyapkan karena tidak bermanfaat bagi
kemanusiaan.
4) Keagungan Tuhan
Keagungan Tuhan dapat dibuktikan melalui keindahan alam dan
keteraturan alam semesta serta kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan
keindahan mutlak ciptaan Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan
ciptaan Tuhan itu. Seindah-indah tinian terhadap ciptaan Tuhan, tidak akan
menyamai keindahan ciptaan Tuhan itu sendiri. Kecantikan seorang wanita ciptaan
Tuhan membuat kagum seniman Leonardo da Vinci. Karena itu ia berusaha meniru
ciptaan Tuhan dengan melukis Monalisa sebagai wanita cantik. Lukisan monalisa sangat
terkenal karena menarik dan tidak membosankan.
2.1.5 Keindahan Menurut Pandangan Romantik
Dalam buku AN Essay on Man (1954), Ems Cassirer mengatakan
bahwa arti keindahan tidak bisa pemah selesai diperdebatkan. Meskipun demikian,
kita dapat menggunakan kata-kata penyair romantik John Keats (1795-1821)
sebagai pegangan. Dalam Endymion dia berkata :
A thing of beuty is a joy forever
its loveliness iscreases; it wil never pass into nothingness
Dia mengatakan, bahwa sesuatu yang indah adalah keriangan selama
lamanya, kemolekannya bertambah, dan tidak pemah berlalu ke ketiadaan. Dalam
sajak di atas, Keats mengambil bahannya dari Endymion yang terdapat dalam
mitologi Yunani kuno. Endymion dalam mitologi itu sendiri mempakan penjabaran
dari konsep keindahan pada jaman Yunani kuno. Menurut mitologi Yunani ini,
Endymion adalah seorang gembala yang oleh pars dewa diberi keindahan abadi. Dia
selalu muda, selamanya tidur, dan tidak pemah diganggu oleh siapapun. Menurut
Keats, orang yang mempunyai konsep keindahan hanya tertentu jurnlahnya. Mereka
mempunyai negatif capability, yaitu kemampuan untuk selalu dalam keadaan
ragu-ragu, tidak menentu dan misterius tanpa mengganggu keseimbangan jiwa dan
tindakannya hanya pikiran dan hatinya yang selalu diliputi keresahan.
Mengenai keindahan, Coleridge mengutip Shakespeare
(1564-1616) dalam karyanya midsummer; night: Thing base and vile holding no
quality/ love can transpose to form and dignity”, yaitu sesuat yang rendah dan
tidak menpunyai nilai, dapat berubah dan menjadi berarti. Inilah yang
menggelisahkan Coleridge. Dia menggunakan tembakau sebagai contoh: karena
kekuatan kebiasaanlah, maka tembakau yang sebenamya tidak enak dapat menjadi
nikmat. Perubahan ini dapat mempenganilhi imajinasi: dengan merasakan nikmatnya
tembakau maka dalam angan-angan seseorang, segala sesuatu yang berhubungan
dengan tembakau dapat menjadi indah.
Kegelisahan Coleridge ini tercermin dalam “Frost at midnight
(1798), sebuah sanjak mengenai salju tipis yang tunin di tengah malam. Salju
inilah yang baginya merupakan hal sesaat. Jatuhnya salju ini mengingatkan
Coleridge pada dusunnya yang penuh sesak orang. Disini proses imajinasinya
mulai tumbuh. Keindahan adalah sublimasi yang terjadi karena kebebasan menyendiri
dan hikmah ketidakberdosaan.
Selanjutnya Keats membedakan antara orang biasa dan seniman,
dan antara seniman biasa dan seniman yang baik yang dapat mencipta sesuatu yang
indah menurut dia. Pada sesuatu kesempatan is melihat lukisan “Death on the
Pale Horse”, karya pelukis West, misalnya, yaitu mengenai seseorang yang coati
di atas kuda yang pucat, dia langsung berpendapat bahwa West bukanlah seniman
yang baik. Menurut Keats, West tidak mempunyai cukup negative capability.
Pada hakekatnya negative capability adalah suatu proses.
Keraguan, ketidaktentuan dan misteri adalah suatu proses. Proses inilah yang
membuat seseorang menjadi kreatif.
Ada persamaan hakiki antara J.Keats dan Coleridge dalarn
menanggapi hal-hal sesaat. Bagi mereka hal-hal sesaat adalah pelatuk yang
meledakkan imajinasi dan imajinasi ini langsung membentuk keindahan.
2.2 Renungan
Renungan berasal dari kata renung; artinya diam-diam
memikirkan sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah
hasil merenung. Dalam merenung untuk menciptakan seni ada beberapa teori.
Teori-teori itu ialah : teori pengungkapan, teori metafisik dan teori
psikologik.
2.2.1 Teori Pengungkapan
Dalil dari teori ini ialah bahwa “Art is an expression of
human feeling” ( seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia ). Teori
ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seorang seniman ketika
menciptakan suatu karya seni.
Tokoh teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf
Italia Benedeto Croce (1886-1952) dengan karyanya yang telah diterjemahkan
kedalam bahasa Inggris “aesthetic as Science of Expresion and General
Linguistic”. Seorang tokoh lainnya dari teori pengungkapan adalah Leo Tolstoi
dia menegaskan bahwa kegiatan seni adalah memunculkan dalam diri sendiri suatu
perasaan yang seseorang telah mengalaminya dan setelah memunculkan itu kemudian
dengan perantaraan pelbagai gerak, garis, wama, suar dan bentuk yang
diungkapkan dalam kata-kata mernindahkan perasaan itu sehingga orang-orang
mengalami perasaan yang sama.
2.2.2 Teori Metafisik
Teori seni yang bercorak metafisis merupakan salah satu
teori yang tertua, yakni berasal dari Plato yang karya-karya tulisannya untuk
sebagian membahas estetik filsafati, konsepsi keindahan dan teori seni.
Mengenai sumber seni Plato mengemukakan suatu teori peniruan (imitation
theory).
2.2.3 Teori Psikologis
Teori-teori metafisis dari para filsuf yang bergerak diatas
taraf manusiawi dengan konsepsi-konsepsi tentang ide tertinggi atau kehendak
semesta umumnya tidak memuaskan, karena terlampau abstrak dan spekulatif.
Sebagian ahli estetik dalam abad modem menelaah teori-teori seni dari sudut
hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya dengan mempergunakan
metode-metode psikologis. Misalnya berdasaikan psikoanalisa dikemukakan teori
bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar
dari seseorang seniman.
Suatu teori lain tentang sumber seni ialah teori permainan
yang dikembangkan oleh Freedrick Schiller (1757-1805) dan Herbert Spencer
(1820-1903). Menurut Schiller, asal mula seni adalah dorongan batin untuk
bermain-main (play impulse) yang ada dalam diri seseorang. Sebuah teori lagi
yang dapat dimasukkan dalam teori psikologis ialah teori penandaan
(signification Theory) yang memandang seni sebagi suatu lambang atau tanda dari
perasaan manusia.
2.3 Keserasian
Keserasian berasal dari kata serasi dan dari kata dasar
rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan sesuai
itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran dan seimbang.
Dalam pengertian perpaduan misalnya, orang berpakaian hams dipadukan
wamanya bagian atas dengan bagian. bawah. Atau disesuaikan dengan kulitnya.
Apabila cars memadu itu kurang cocok, maka akan merusak pemandangan. Karena itu
dalam keindahan ini, sebagian ahli pikir menjelaskan, bahwa keindahan pada
dasamya adalah sejumlah kualitas / pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu
hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity).
Filsuf Ingris Herbert Read merumuskan definisi, bahwa
keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara
pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauti is unity of formal relations among
our sence-perception). Pendapat lain menganggap pengalaman estetik suatu
keselarasan dinamik dari perenungan yang menyenangkan.
2.3.2 Teori Obyektif dan Subyektif
The Liang Gie dalam bukunya garis besar estetika
menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada dua teori yakni teori obyektif dan
teori subyektif.
Salah satu persoalan pokok dari teori keindahan adalah
mengenai sifat dasar dari keindahan. Apakah keindahan menmpakan sesuatu yang
ada pada benda indah atau hanya terdapat dalam alam pikiran orang yang
mengamati benda tersebut. Dari persoalan-persoalan tersebut lahirlah dua
kelompok teori yang terkenal sebagai teori obyektif dan teon subyektif.
Pendukung teon obyektif adalah Plato, Hegel dan Bernard
Bocanquat, sedang pendukung teon subyektif ialah Henry Home, Earlof
Shaffesbury, dan Edmund Burke.
Teori obyektif berpendapat, bahwa keindahan atau ciri-ciri
yang mencipta nilai estetik adalah sifat (kualita) yang memang telah melekat
pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya.
Teori subyektif, menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu
benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang
mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung pada
pencerapan dari si pengamat itu. Yang tergolong teori subyektif ialah yang
memandang keindahan dalam suatu hubungan di antara suatu benda dengan alam
pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya yang berupa menyukai atau
menikmati benda itu.
2.3.3 Teori Perimbangan
Teori obyektif memandang keindahan sebagai suatu kwalita
dari benda-benda: Kwalita bagaimana yang menyebabkan sesuatu benda disebut
indah telah dijawab oleh bangsa Yunani Kuno dengan teori perimbangan yang
bertahan sejak abab 5 sebelum Masehi sampai abab 17 di Empa. Sebagai contoh
bangunan arsitektur Yunani Kuno yang berupa banyak tiang besar.
Teori perimbangan tentang keindahan dari bangsa Yunani Kuno
dulu dipahami pula dalam arti yang lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang
diungkapkan dengan angka-angka. Keindahan dianggap sebagai kualita dari
benda-benda yang disusun (yakni mempunyai bagian-bagian). Bangsa Yunani
menemukan bahwa hubungan-hubungan matematik yang cermat sebagaimana terdapat
dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran proporsi ternyata dapat diwujudkan
dalam benda-benda bersusun yang indah.
Teori perimbangan berlaku dari abad ke-5 sebelum masehi
sampai abad ke 17 masehi selama 22 abad. Teori tersebut runtuh karena desakan
dari filsafat empirisme dan aliran-aliran termasuk dalam seni. Bagi mereka
keindahan hanyalah kesan yang subyektif sifatnya.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keindahan hanya ada pada pikiran orang yang menerangkannya dan setiap pikiran melihat suatu keindahan yang berbeda-benda. Para seniman romantik umumnya berpendapat bahwa keindahan sesungguhnya tercipta dan tidak adanya keteraturan, yakni tersusun dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Karena itu tidak mungkin disusun teori umum tentang keindahan.
3.2 Saran
Pendapat saya mengenai hubungan antara manusia dan keindahan
yaitu pada dasarnya keindahan yang dapat dirasakan setiap manusia berbeda-beda
tergantung dari pandangan manusia tersebut akan suatu hal yang dapat membuatnya
merasa tentram dan nyaman. hal yang membuat pandangan dari masing-masing
manusia berbeda-beda yakni kadar pengetahuan manusia itu sendiri akan nilai
estetika. karena perbedaan inilah penilaian seseorang akan suatu karya seni
ataupun pemandangan dapat berbeda-beda.
Sumber :
Whidagdo,
Djoko.Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2003
0 komentar:
Posting Komentar